Minggu, 28 November 2010

Mempengaruhi Konsumen Dalam memilih PT.XYZ

TEMA : PEMASARAN
JUDUL : Mempengaruhi Konsumen Dalam memilih PT.XYZ
BAB 1
Pendahuluan
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat khususnya di kota-kota besar, telah terjadi perubahan diberbagai sektor, termasuk dibidang industri dan produksi serta pada kegiatan eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala besar. Perkembangan bisnis eceran yang pesat ini tidak lepas dari faktor meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan juga meningkatkan jumlah pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang menyebabkan taraf hidup masyarakat Indonesia semakin meningkat. Hal ini membawa dampak kepada pola perilaku belanja seseorang, dimana semakin meningkatnya taraf hidup seseorang maka tuntutan akan tempat berbelanja yang nyaman dan dapat menyediakan segala kebutuhan konsumen dalam satu lokasi semakin dibutuhkan.
Perkembangan yang terus menerus berlangsung dalam perdagangan eceran ini menunjukkan bahwa perdagangan eceran bersifat dinamis. Hal ini terjadi tidak lain karena perdagangan eceran ingin selalu berusaha memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen (perdagangannya). Bentuk usaha eceran yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah : supermarket (pasar swalayan).
Dewasa ini perkembangan pasar swalayan di tanah air, tampak cukup pesat. Hampir di setiap ibukota propinsi dan kota-kota besar lainnya bermunculan pasar swalayan dengan berbagai fasilitas dan pelayanan yang semakin lengkap. Pasar swalayan sebagai ujung tombak pemasaran akan terus bertambah, dan yang sudah ada terus dikembangkan hingga menjadi superstore yaitu pasar swalayan yang menyediakan kebutuhan masyarakat yang selengkap-lengkapnya.
Namun disadari usaha pasar swalayan tak ubahnya seperti usaha-usaha lainnya yang didalam usahanya meningkatkan penjualan juga diliputi oleh persaingan. Dalam situasi persaingan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu pasar swalayan dengan maksud untuk menandingi atau mengambil kesempatan yang ada. Timbulnya keadaan seperti itu menandakan bahwa manajer atau pengusaha semakin menyadari pentingnya mempertahankan dan memperluas pasar untuk kesinambungannya. Pada dasarnya keberhasilan usaha dibidang retail ini berada pada pengadaan barang, baik secara kuantitas maupun kualitas, serta harga yang rendah guna meningkatkan jumlah kunjungan.
Bab 2
Latar Belakang
Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, baik kebutuhan yang bersifat biogenetik seperti rasa lapar dan haus maupun kebutuhan yang bersifat psikogenetik, yaitu kebutuhan akan pengakuan, penghargaan dan rasa kepemilikan. Kebutuhan adalah keadaan merasa tidak memliki kepuasan dasar dan bersifat naluriah sedangkan keinginan adalah hasrat akan pemuas tertentu dari kebutuhan tersebut, sehingga keinginan merupakan kebutuhan buatan yaitu kebutuhan yang dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Keinginan terhadap suatu produk yang didukung dengan kemampuan serta kesediaan membelinya akan menciptakan permintaan.
Strategi pemasaran untuk menciptakan permintaan melalui Loyalitas konsumen dipengaruhi oleh barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen, harga barang atau jasa, upaya mendistribusikan barang atau jasa dari produsen kepada konsumen dan kegiatan memperkenalkan kepada konsumen (promosi ). Jelasnya bahwa kegiatan memasarkan suatu produk dipengaruhi oleh interaksi dari keempat hal tersebut diatas, dalam buku teks bahasa inggris hal tersebut dinyatakan dengan istilah marketing mix, marketing mix merupakan campuran (mix) yakni interaksi dari empat hal tersebut, yaitu produk (product), harga (price), promosi (promotion) dan distribusi (place). Masing-masing variabel tersebut berinteraksi satu sama lain guna menciptakan suatu permintaan terhadap barang atau jasa yang ditawarkan memberikan manfaat, diterima baik oleh konsumen yang pada ujungnya pelanggan akan menjadi loyal (Sutisna, 2003: 41)
Loyalitas adalah suatu komitmen yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan suatu produk atau jasa secara konsisten dimasa yang akan datang. Sehingga dapat menyebabkan pengulangan pembelian merek yang sama walaupun ada pengaruh situasi dan berbagai usaha pemasaran yang berpotensi untuk menyebabkan tindakan perpindahan merek, perusahaan untuk mendapatkan loyalitas atau kesetiaan konsumen perlu strategi pemasaran yang tepat dan komplek. Konsumen akan menjadi loyal pada merek-merek yang berkualitas dan menawarkannya dengan harga yang wajar selain itu para penjual juga beranggapan bahwa konsumen akan menjadi loyal pada suatu produk jika produk tersebut mudah didapatkan saat dibutuhkan, dan yang tidak kalah penting loyalitas terbentuk melalui promosi yang ditawarkan perusahaan dengan mengkomunikasikan kebaikan-kebaikan produknya (Sutisna, 2003: 40 )

BAB 3
BATASAN MASALAH
Perubahan dalam dunia usaha yang semakin cepat mengharuskan perusahaan untuk merespon perubahan yang terjadi, problem sentral yang dihadapi perusahaan-perusahaan saat ini adalah bagaimana perusahaan tersebut menarik pelanggan dan mempertahankanya agar perusahaan tersebut dapat bertahan dan berkembang, tujuan tersebut akan tercapai jika perusahaan melakukan proses pemasaran.
Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi dalam pemasaran modern seperti ini paragdima pemasaran telah bergeser, tidak hanya menciptakan transakasi untuk mencapai keberhasilan pemasaran tetapi perusahaan juga harus menjalin hubungan dengan pelanggan dalam waktu yang panjang. Paragdima tersebut disebut relationship marketing dasar pemikiran dalam praktek pemasaran ini adalah, membina hubungan yang lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan (Chan S, 2003).
Relationship marketing mampu memperdayakan kekuatan keinginan pelanggan dengan tekanan teknologi informasi untuk memberikan kepuasan pada pelanggan. Cakupannya meliputi tuntutan manajemen mutu terpadu secara global untuk menghadapi kebutuhan bisnis pelanggan dengan lebih agresif. Strategi bisnis difokuskan pada kelanggengan dan pemuasan pelanggan serta bekerja untuk mengantisipasi kebutuhan serta penyesuaian hasil produk.
Salah satu indikator yang cukup handal untuk kelangsungan hidup dan keuntungan dari suatu proses bisnis adalah kelanjutan dari kepuasan pelanggan. Diperkirakan untuk menarik satu pelanggan baru diperlukan biaya mulai dari lima sampai lima belas kali, dibandingkan dengan menjaga hubungan dengan satu pelanggan lama.
Pada dasarnya relationship marketing adalah hubungan dan ikatan jangka panjang antara produsen, konsumen dan pemasok serta pelaku lainnya. Esensi relationship marketing paling tidak menyangkut hubungan yang langgeng dan pertukaran yang terus menerus dan dituntut untuk saling kepercayaan dan ketergantungan. Sehingga dalam konsep relationship marketing, pemasar sangat menekankan pentingnya hubungan baik jangka panjang dengan konsumen dan infrastruktur pemasaran, yang dapat menciptakan kesadaran dalam bentuk hubungan dan komitmen yang menyeluruh.
Relationship marketing diartikan sebagai menarik, memelihara dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan (Berry, 1995 dalam Wibowo S, 2006). Relationship marketing lebih merupakan pendekatan bersifat jangka panjang, dimana hal ini berbeda dengan pendekatan pemasaran transaksional yang lebih berorientasi jangka pendek. Tujuan dari pemasaran transaksional adalah untuk mendapatkan pelanggan semata, sedangkan tujuan dari relationship marketing adalah untuk mendapatkan dan mempertahankan pelanggan.





















BAB 4
TUJUAN MASALAH
Strategi pemasaran merupakan salah satu senjata bagi perusahaan untuk menghadapi persaingan pasar. Pada dasarnya strategi pemasaran adalah mencari kecocokan antara kemampuan internal perusahaan dengan peluang eksternal yang ada di pasar. Mencari kecocokan ini merupakan tanggung jawab dari bagian pemasaran untuk menerapkan strategi pemasaran yang sesuai dengan produk yang dihasilkan dan sesuai dengan dengan segmen pasar yang ingin dituju oleh produk yang diluncurkan.
Mengenali karakteristik pasar dan struktur pasar sangatlah menguntungkan bagi perusahaan untuk dapat tetap bersaing dan survive (kelangsungan hidup perusahaan). Kelemahan dan keunggulan perusahaan hendaknya dianalisis sehingga menjadi sebuah titik tolak yang kuat buat perusahaan dalam mengambil keputusan yang efektif dan efisien serta untuk memperkuat posisinya dari para pesaing yang ada.
Tujuan utama dari sebuah perusahaan ialah pencapaian profit (laba) dan hal ini dapat juga sebagai tolak ukur dalam sukses atau tidaknya sebuah perusahaan dalam pencapaian tujuannya. Selain itu efektifitas dan efisiensi dalam menjalankan operasional perusahaan juga memegang peranan penting. Efesiensi yang dimaksud adalah strategi pemasaran yang dilakukan dengan perhitungan dan pertimbangan yang tepat sehingga tidak ada pemborosan biaya baik itu dalam operaional maupun dalam biaya promosi maupun iklan dan efektifitas yang dimaksud ialah pemilihan stategi pemasaran yang tepat dan sesuai dengan pasar yang dilayani oleh perusahaan sehingga sasaran yang ditetapkan dapat tercapai.








BAB 5
KESIMPULAN
Dewasa ini perhatian terhadap kepuasan pelanggan atau ketidakpuasan pelanggan semakin besar. Persaingan yang semakin ketat khususnya untuk bisnis ritel, dimana banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginaan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan ritel harus menempatkan orientasi kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama dan diyakini sebagai kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada pelanggan melalui penyampaian produk dan jasa dengan harga bersaing.
Perubahan makro seperti krisis ekonomi membuktikan bahwa sektor riil yang meliputi sektor perdagangan dan jasa termasuk didalamnya bisnis ritel. Hal ini mengakibatkan banyak bermunculan bisnis di bidang ritel sehingga persaingan tidak bisa dihindari. Kepuasan pelanggan adalah faktor yang menentukan dalam strategi pemasaran perusahaan yang merupakan pertahanan paling baik untuk menghadapi persaingan yang ketat yang menyebabkan perusahaan harus menempatkan perusahaan pada kepuasaan konsumen sebagai tujuan utama, sehingga kini menjadi salah satu penentu suksesnya pemasaran. Kesetiaan konsumen agar tidak hilang, maka perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam strategi bauran pemasaran eceran sebagai analisis agar dapat berorientasi pada kepuasan konsumen.
Kepuasan menurut Jhon dan Michael (1998, p4.4) pelanggan mengalami salah satu dari tingkat kepuasan yang umum, kalau kinerja di bawah harapan pelanggan akan kecewa, kalau kinerja sesuai dengan harapan pelanggan puas, kalau melebihi harapan pelanggan sangat puas atau gembira.
Kepuasan menurut Kotler (2000:36) kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dia rasakan dengan harapannya. Pada umumnya harapan dari pelanggan merupakan perkiraan/ keyakianan pelanggan tentang apa yang diterimanya bila mereka membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Kepuasan ini mendatangkan keuntungan karena biaya mendapatkan pelanggan baru lima kali lebih tinggi daripada mempertahankan yang sudah ada.
Philip Kotler (2005:220-225), mengemukakan bahwa keputusan terpenting pengecer yang berhubungan langsung dengan tingkat kepuasaan konsumen adalah :
1. Keragaman produk (Product assortment)
2. Layanan dan atmosfer toko
3. Keputusan harga,
4. Keputusan Promosi,
5. Keputusan tempat (lokasi)
Semakin meningkatnya kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang didapatkan melalui kagiatan berbelanja di toko swalayan memiliki tujuan untuk mendapatkan kepuasan tersendiri atas aktivitas yang dilaksanakan konsumen.
BAB 6
KRITIK DAN SARAN
KRITIK
Merek perlu dipersepsikan sebagai produk yang berkualitas tinggi, sehingga konsumen dapat memahami sebuah produk hanya melalui eksistensi, fungsi, citra dan mutu. Kualitas di mata konsumen lebih bersifat subyektiif, tergantung bagaimana persepsi konsumen terhadap produk itu.
Era globalisasi telah menuntut adanya perubahan paradigma lama dalam segala bidang, salah satunya adalah bidang pemasaran. Semakin tingginya tingkat persaingan di bisnis lokal maupun global dan kondisi ketidakpastian memaksa perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif (competitive advantage) agar mampu memenangkan persaingan di bisnis global. Untuk mencapai hal itu pemasar harus menerapkan konsep pemasaran modern yang berorientasi pasar atau pelanggan karena mereka merupakan ujung tombak keberhasilan pemasaran.

SARAN
Realitas tersebut pada tatanan aktivitas bisnis telah merubah paradigma aspek pemasaran yang menjadi tolak ukur saat ini tidak hanya 3 C (Corporates, Competitors, Customers), tetapi terdapat satu aspek yang secara signifikan harus diperhitungkan yaitu perubahan (Changes). Dengan terjadinya perubahan maka strategi pemasaran tidak hanya berdasarkan pada konsep pemasaran secara konvensional saja tetapi harus bersifat fleksibilitas, serta visibilitas pada strategi pemasaran yang dilakukan pelaku bisnis dengan mempertimbangkan setiap realitas yang terjadi, maupun fenomena mendatang.
Seiring perkembangan tersebut masyarakat dihadapkan pada berbagai pilihan dalam mengkonsumsi kebutuhannya sehari-hari. Dengan perkembangan teknologi dan informasi, perkembangan industri semakin tinggi dan kompleks. Salah satu industri yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah jenis industri makanan dan minuman.


BAB 7
DAFTAR PUSTAKA

www.manajemenpemasaran.com
Philip Kotler (2005:220-225)
Berry, 1995 dalam Wibowo S, 2006
Sutisna, 2003: 40
Jhon dan Michael (1998, p4.4)
Sutisna, 2003: 41

Kamis, 18 November 2010

perilaku konsumen 3

sosial marketing( pemasaran sosial )
pendahuluan
Ketika berbicara strategi social marketing atau pemasaran sosial, pertanyaan
pertama yang muncul adalah wujud rancangan strategi. Selanjutnya yang menjadi hal
penting adalah cara menyusun strategi dan cara menerapkannya. Lalu dari mana
organisasi nirlaba harus memulai? Apakah dengan mengadopsi begitu saja strategi
pemasaran bisnis dalam “menjual” gagasan?

Strategi pemasaran bisnis = pemasaran sosial?
Berdasarkan definisi dari para ahli, social marketing pada dasarnya
merupakan aplikasi strategi pemasaran komersil untuk “menjual” gagasan dalam
rangka mengubah sebuah masyarakat, terutama dalam manajemen yang mencakup
analisa, perencanaan, implementasi dan pengawasan.
Lalu bagaimana organisasi nirlaba perlu memahami dan merancang strategi
social marketing berdasarkan pemahaman ini? Selain penerapan 9 elemen marketing
yang telah dikenal (segmentasi pasar, target, positioning, diferensiasi, marketing mix,
selling, brand, service dan process), pada dasarnya marketing menurut Hermawan
Kertajaya adalah sesuatu yang sederhana. Ia mengumpamakannya sebagai seni
“menjual” diri (selling self) atau organisasi. Apabila seseorang atau organisasi
mempraktikkan prinsip-prinsip: promosi tanpa memaksa, memahami dan menerapkan
positioning secara tepat, memahami branding dan diferensiasi berarti lembaga atau
seseorang perusahaan telah menjalankan marketing dengan benar.
Apa saja landasan pemasaran secara umum yang dapat diterapkan pada
pemasaran sosial? Hermawan mengistilahkan dasar-dasar marketing sebagai “3i
Marketing Triangle”, yaitu positioning (cara sasaran/publik yang hendak diubah
perilakunya mendefinisikan perusahaan/organisasi dengan kompetitor), differentiation
(perbedaan ) dan brand (keunikan, ketajaman, dan fokus sebuah produk
dibandingkan dengan produk lainnya, bisa berupa logo dan bentuk unik).
Hermawan telah menjelaskan pada bab “Mengapa Social Marketing?” bahwa
penerapan social marketing merupakan salah satu bagian dari sebuah framework
yang disebut “doing great by doing good” (Phiip Kotler & Nancy Lee, “Corporate
Social”). 6 pilihan untuk berbuat baik tersebut adalah cause promotions, cause related
marketing, social marketing, corporate philantropy, community volunteering.
Yang dimaksud dengan cause promotions adalah upaya menyediakan dana
dalam bentuk kontribusi atau sumber lainnya untuk meningkatkan kesadaran atau
kepedulian terhadap masalah sosial. Pilihan lainnya adalah cause related marketing,
yaitu komitmen untuk menyumbangkan atau mendonasi sejumlah uang dari
penjualan produk. Yang ketiga adalah social marketing, yang merupakan upaya untuk
mendukung implementasi dan/atau mengubah perilaku masyarakat. Yang berikutnya,
filantropi perusahaan, sebagai contoh membuat kontribusi langsung dalam
menyumbangkan sejumlah dana untuk kemanusiaan. Yang kelima, community
volunteering, yaitu upaya perusahaan dalam mendukung kegiatan karyawan dalam
kegiatan sukarela.
Poin yang paling akhir yang paling sulit dilaksanakan oleh dunia bisnis adalah
socially responsibility bussiness practices. Sebagaimana yang dilakukan oleh Anita
Roddick dengan “The Body Shop”. Ia yang melakukan hal ini dengan membeli produk
langsung dari komunitas atau suku asli yang membudidayakan tanaman di
daerahnya, seperti Brazilian Nut. Hal lain yang juga dilakukan perusahaan kosmetik
dan perawatan kesehatan ini adalah membuat semua produknya melalui proses yang
ramah lingkungan.
Uraian Hermawan ini menjelaskan betapa dunia bisnis masa kini dan yang
akan datang tidak lagi berseberangan dengan organisasi nirlaba. Selain karena
Social Marketing
©PPF 2006 14
adanya pergeseran nilai, dunia bisnis memandang penting mengedepankan nilai-nilai
sosial (social values) dan adanya peluang bagi organisasi nirlaba hidup
berdampingan secara sinergis , misalnya melalui program CSR (corporate social
responsibility korporasi. Hal lain adalah pentingnya organisasi nirlaba mengadopsi
profesionalisme korporasi dalam bekerja dan memberikan servis, berkaitan dengan
kaidah pemasaran umum berupa 9 elemen pemasaran.
Berdasarkan pengalamannya, Hermawan berpendapat, pemasaran di masa
kini menjadi lebih berhasil apabila memperbanyak strategi marketing horisontal (dari
individu ke individu). Misalnya, dengan membuat situs web. Cara-cara vertikal seperti
menggunakan metode komunikasi satu arah kini kurang efektif. Hal serupa menurut,
Hermawan berlaku untuk social marketing.
Marketing seharusnya tidak dipandang hanya sebagai sebuah alat atau
seolah anggota tubuh. Pandanglah marketing sebagai sebuah keseluruhan (the
whole), sesuatu yang menyeluruh. Menurut Hermawan, di masa kini visi, misi dan
nilai-nilai organisasi tidak hanya melibatkan intelektualitas (mind) dan hati (heart),
melainkan juga ruh (spirit). Penjabaran dapat dilihat pada bagan “3² Values-Based
Matrix”. Intinya, pandanglah marketing sebagai the whole (menyeluruh dan utuh) dan
bukan sekadar alat atau diandaikan anggota tubuh. Kuasai filosofi branding dan unsur
segitiga pemasaran lainnya!
Penerapan teknik pemasaran dalam melaksanakan program-program
organisasi nirlaba membutuhkan strategi. Tentu saja strategi yang digunakan sedikit
berbeda dibandingkan dengan memasarkan produk barang. Menurut Linda D.
Ibrahim perbedaan yang prinsip terletak pada tambahan “2 P” pada marketing mix
bisnis yang hanya terdiri dari “4 P”. Yaitu, partnership (kemitraan) dan policy
(kebijakan).
Apa artinya? Praktik pemasaran sosial tak ada artinya apabila kemitraan tidak
dijadikan tujuan organisasi. Menurut Andreason, penekanannya adalah pada
masyarakat luas, langsung mempengaruhi perilaku dan kebutuhan atau kepentingan
target sasaran sebagai dasar pertimbangan. Demikian pula, social marketing tak ada
artinya apabila tidak diikuti atau dilanjutkan dengan upaya mendorong tersusunnya
sebuah kebijakan.
Salah satu contoh pembentukan sistem kebijakan adalah adanya
tax reduction (pemotongan pajak) bagi lembaga atau korproasi yang menyumbang.
Pajak yang jumlahnya reduksi ini bisa menjadi bagian dari advokasi organisasi nirlaba
sehingga pada akhirnya organisasi tidak tergantung semata-mata kepada donor.
Meminjam “mata” sosiologi
Dalam bidang sosiologi, pemasaran sosial dipandang tak jauh berbeda
dibandingkan dengan bidang pemasaran, yang merupakan akar asal-usul pemasaran
sosial. Namun, “memasarkan” gagasan tentu lebih kompleks dibandingkan dengan
memasarkan produk. Sebab dibutuhkan pemahaman saat menerapkan langkahlangkah
atau strategi social marketing, terutama dengan melakukan riset sosial dan
kajian. Diharapkan hasilnya akan menjadi lebih terkoordinasi dan terintegrasi saat
melangkah lebih jauh, yaitu dalam upaya menyusun kebijakan sosial.
Hal lain yang membedakan pemasaran bisnis dengan pemasaran sosial
menurut Linda D. Ibrahim, selain tambahan 2 P pada marketing mix (kemitraan dan
kebijakan) adalah penerapan ketrampilan sosial. Ini adalah alat yang memudahkan
proses social marketing (lihat boks), terutama dalammempertajam, menggali dan
menganalisa secar komprehensif, isu-isu sosial dalam masyarakat. Dinamika dan
perubahan sosial akan mudah dipahami dengan mengkaji konektor-konektor
(penghubung) sosial tersebut.
Konektor-konektor sosial adalah semua bentuk organisasi sosial yang
membantu masyarakat membentuk aksi dan interaksi, yang meliputi hubungan sosial,
kelompok sosial, jejaring sosial, dan organisasi organisasi. Dengan mengkaji secara
komprehensif situasi, dan isu sosial maka organisasi dapat memperoleh peta sosial
lengkap dalam konteks dinamika sosial masyarakat di sebuah tempat tertentu. Jadi,
organisasi nirlaba dapat sekaligus dapat mengetahui cara melakukan tindakan sosial
dalam rangka menerapkan strategi social marketing.
OPINI
“Saya melihat salah satu hambatan teman-teman dari organisasi
nirlaba, adalah arogan bahwa dirinya paling tahu permasalahan.
Padahal untuk bisa mengkomunikasikan gagasan untuk
menyelesaikan masalah publik, mereka harus melakukan konsultasi
publik dan lainnya. Dengan membuka diri pasti lebih banyak yang
bisa didapat organisasi untuk merancang langkah-langkah social
marketing”. - Effendi Ghazali, Ph.D.
“Dalam menentukan segmentasi jangan hanya terpatok kepada
demografi, jadi hanya orang kaya saja yang menjadi penyumbang.
Penguasaan psikografi perilaku sangat penting, karena potensi dana
bisa jadi berasal dari orang-orang yang memiliki latar belakang
pengalaman yang akan tersentuh dengan gagasan organisasi
nirlaba. Untuk “menjual” gagasan, angkatlah isu yang menyangkut
value universal, misalnya kemanusiaan dan lain-lain” – Hermawan
Kertajaya.

Referensi
Makalah “Komunikasi Publik dan Pemasaran Sosial”
Effendi Ghazali, PhD.
Makalah “Organisasi Nirlaba dan Social Marketing”
Prof. Dr. Emil Salim
Makalah ”Peran Pemasaran Sosial dalam Perubahan Sosial demi Keberlanjutan
Organisasi”
Dr. Linda D. Ibrahim

Jumat, 12 November 2010

perilaku konsumen 2

Pengembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu Bagi Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) Jasa Keuangan Cabang

Bandarlampung

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era perdagangan bebas masalah daya saing merupakan isu kunci dan

sekaligus sebagai tantangan yang tidak ringan. Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) sebagai suatu badan usaha yang bergerak hampir di seluruh aspek

ekonomi juga tak terkecuali menghadapi tantangan ketatnya persaingan global,

perkembangan teknologi yang cepat dan kondisi dinamis lainnya yang pada

akhirnya menuperusahaan kelas dunia, sehingga BUMN perlu melakukan reorientasi terhadap

struktur dan strategi usahanya untuk mencapai sasaran menjadi Badan Usaha

berkarakteristik perusahaan kelas dunia.

Untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan dalam Master

Plan BUMN tersebut harus didukung oleh suatu sistim Manajemen yang

handal. Manajemen Badan Usaha harus melakukan perubahan (transformasi)

dari paradigma manajemen tradisional menuju paradigma Total Quality

Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Bagi BUMN, MMT

telah menjadi suatu program yang harus dilaksanakan karena sesuai dengan

amanat Menneg BUMN No. S-910/M-MBU/2003 tanggal 18 Februari 2003.

MMT adalah suatu pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan

perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap

proses, produk dan pelayanan suatu organisasi. Manfaat bagi badan usaha

dengan diterapkannya MMT adalah perbaikan pelayanan, pengurangan biaya

dan kepuasan pelanggan. Perbaikan progresif dalam sistem manajemen dan

kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. Sebagai

tambahan, manfaat lain yang bisa dilihat adalah peningkatan keahlian,

semangat dan rasa percaya diri karyawan, peningkatan akuntabilitas dan

transparansi serta peningkatan produktifitas dan efisiensi pelayanan pelanggan.

Namun demikian, di sisi lain sesungguhnya masih banyak para pelaku bisnis

masih mengahadapi kesulitan dalam memahami kekuatan dan manfaat MMT

dalam memenuhi kualitas dan kinerja usaha yang direncanakan. Penyebabnya

adalah adalah sebagai suatu bidang ilmu belum ada suatu definisi standar atau

tunggal dan menyeluruh tentang program-program MMT. MMT hanya

merujuk pada sebuah pendekatan, sebuah sistem, sebuah alat, sebuah teknik

dan atau atau filosofi yang ditujukan untuk mencapai target kualitas tertentuntut BUMN untuk menjadi Badan Usaha berkarakteristik

1.2 Rumusan Masalah

Dengan demikian maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah :

“Elemen-elemen MMT mana sajakah yang dipersepsikan penting dalam

Pengembangan Konsep MMT bagi BUMN Jasa Keuangan Cabang

Bandarlampung ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan Konsep MMT bagi

BUMN Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung.

1.4.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang MMT telah banyak dilakukan untuk menghasilkan suatu

konsep untuk merumuskan komponen-komponen yang penting dalam MMT.

Sebelumnya terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mencoba untuk

mengumpulkan dan mensintesa berbagai macam elemen MMT. Diantaranya

seperti yang dikutip dari V. Talavera (2004, 357) adalah penelitian Saraph (1989);

Powell (1995); Ahire (1996); Flynn (1996) dan Black dan Porter (1996). Masingmasing

penelitian menghasilkan suatu konsep MMT yang memiliki elemenelemen

yang tidak sama, mengingat penelitian yang dilakukan memiliki

perbedaan dalam hal jenis industri, sampling frame dan uji kevalidan maupun

kereliabelan.

Penelitian V. Talavera (2004) dilakukan terhadap 347 orang manajer yang

berasal dari 63 perusahaan responden yang meliputi industri elektronik,

pengolahan makanan, otomotive, farmasi, semen dan lain-lain. Hasil analisis

pada survey tahap pertama menunjukkan semula terdapat 12 elemen (72 item

program MMT) yang dipersepsikan penting dalam system manajemen mutu.

Namun sesudah dilakukan uji kevalidan dengan Analisis Faktor ternyata hanya

terdapat 7 elemen ( terdiri dari 35 item pernyataan strategi ) yang dipersepsikan

penting oleh responden, yaitu (1) Getting feedback in designing QM Strategies (2)

Customer Focus (3) Employement of Kaizen and 5S (4) Quality Monitoring and

Control (5) QM Technique Orientation (6) Employee Involvement dan (7) Incentive

and Recognition System.

1.4.2 Landasan Teori

1.4.2.1 Mengapa Mutu itu Penting

Mutu sangat penting. Dimulai pada tahun 1970an, perusahaan manufacture di

Jepang dengan bantuan konsultan Amerika, yang bernama W. Edward

Demming mulai menggunakan mutu sebagai daya saing perusahaan. Mutu

menjadi salah satu faktor selain harga yang menentukan tingkat permintaan

konsumen. Perusahaan yang mampu memenuhi bahkan melebihi harapan

pelanggannya akan menjadi perusahaan yang berhasil.

Pada dasarnya mutu dapat mempengaruhi perusahaan dalam empat cara,

yaitu : (1) Biaya dan Pangsa Pasar (2) Reputasi Perusahaan (3)

Pertanggungjawaban produk dan (4) Implikasi internasional. Mutu yang baik

dapat mengarah pada peningkatan pangsa pasar, produktivitas dan

penghematan biaya. Perbaikan mutu juga berarti penurunan kerusakan produk

1.4.2.2 Konsep Manajemen Mutu Terpadu

a. Definisi Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen Mutu Terpadu mengambarkan penekanan mutu yang memacu

seluruh organisasi, mulai dari pemasok sampai konsumen. Definisi MMT juga

bermacam-macam. Definisi yang berbeda-beda akan menurunkan perbedaan

pula dalam unsur atau prinsip pokok dalam MMT.

Pengertian mutu yang diadopsi oleh American Society for Quality Control : bahwa

Mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan

kemampuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang

tersembunyi (Render dan Haizer, 2001 : 92). Meskipun demikian pendapat lain

mengatakan bahwa definisi mutu menyangkut berbagai kategori. Beberapa dari definisi

tersebut berorientasi pada pengguna dan berorientasi pada produk. Krajewski (1996, 14)

menyatakan bahwa pelanggan mendefinisikan mutu dengan berbagai macam cara, yaitu

(1) Conformance to Specifications atau kesesuain dengan spesifikasi (2) Value atau

nilai/harga (3) Fitness of Use atau modelnya, keawetannya, pelayanannya (4) Support

atau dukungan layanan (5) Psychological Impressions atau image, keindahan,

kebersihan. Menurut Goetsch dan Davis (1997:3) Mutu adalah keadaan dinamik yang

diasosiasikan dengan produk, jasa, orang, proses, lingkungan yang mencapai atau

melebihi harapan.

Definisi MMT menurut Ishikawa (Tjiptono dan Diana, 2000 :4), MMT diartikan

sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik

yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas dan

kepuasan pelanggan. Santosa (Tjiptono dan Diana, 2000 :4) menyatakan bahwa

MMT adalah: MMT merupakan sistim yang mengangkat mutu sebagai strategi

usaha dan berorientasi kepada kepuasan pelanggan dan melibatkan seluruh

anggota organisasi. Menurut Goetsch, dan Davis (1997:3) Manajemen Mutu

Terpadu adalah :

Suatu pendekatan untuk menjalankan bisnis yang berusaha untuk

memaksimalkan persaingan sebuah organisasi melalui perbaikan yang terusmenerus

atas mutu produk, jasa, orang, proses, dan lingkungannya.

Hingga saat ini belum ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun

dari beberapa definisi mutu terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemenelemen

sebagai berikut :

1. Mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan

2. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan

3. Mutu merupakan suatu kondisi yang selalu berubah.

b. Prinsip dan Unsur Pokok dalam Manajemen Mutu Terpadu

Prinsip-prinsip dan unsur pokok dalam MMT menurut Krajewski (1996, 140-141)

adalah MMT menekankan tiga prinsip, yaitu customer satisfaction, employee

involvement dan continous improvement.

Variabel-varibel MMT menurut Goetsch, dan Davis (1997:3) adalah : MMT

didasarkan pada strategi, focus kepada pelanggan, obsesi terhadap mutu,

pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerja kelompok, peningkatan

terus-menerus, kebebasan melalui kontrol, kesatuan tujuan, dan Keterlibatan

dan pemberian wewenang kepada karyawan.

Render dan Heizer (2001, 98) mengembangkan lima konsep MMT yang efektif,

yaitu (1) Perbaikan yang terus menerus (2) Pemberdayaan karyawan (3)

Perbandingan kinerja (Patok duga/Benchmark) (4) Penyediaan kebutuhan yang

tepat waktu (Just In Time) dan (5) Pengetahuan mengenai peralatan MMT,

seperti Metode Taguchi, Diagram Pareto, Diagram Sebab Akibat dan

pengendalian Proses secara statistik.

Pendapat yang lain mengenai MMT dikemukakan oleh Tenner dan Detoro yang dikutip

oleh Hamidah (2003, 276) yang menyatakan bahwa MMT dapat diuraikan menjadi tiga

subsistem yaitu (1) Fokus pada pelanggan (customer focus) (2) Perbaikan proses

berkesinambungan (continous process improvement) dan (3). Keterlibatan terpadu (total

involvement) dimana ketiga sub sistem tersebut saling berkaitan.

V. Talavera (2004, 358-360) juga berhasil merumuskan konsep MMT hasil telaah

pustaka yang terdiri dari 12 (dua belas) elemen MMT, yaitu : (1) Komitmen

Manajemen Puncak (Top Management Commitment ) (2) Perencanaan Mutu

Strategis (Strategic Quality Planning) (3) Orientasi Pelanggan (Customer Focus) (4)

Manajemen Mutu Pemasok (Supplier Quality Management) (5) Manajemen

Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) (6) Pendidikan dan

Pelatihan Karyawan (Employee Education and Trainging) (7) Perancangan Produk

/ Jasa ( Product/Service Design) (8) Ketertiban Organisasi Tempat Kerja

(Workplace Organization Orderliness) (9) Manajemen dan Pengawasan Proses

(Process Management Control) (10) Manajemen Informasi Mutu (Quality

Information Management) (11) Patok Duga (Benchmarking) Perbaikan

Berkelanjutan (Continous Improvement).

3. SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan, maka disimpulkan bahwa konsep MMT

bagi BUMN Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung adalah : (1) Faktor

Pendidikan dan Dukungan Perangkat Analisis (2) Faktor Manajemen Fasilitas

(3) Faktor Komitemen Manajemen dan Kepemimpinan Kualitas (4) Faktor Fokus

pada Pelanggan (5) Faktor Pengukuran dan (6) Faktor Patok Duga

3.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka bagi BUMN Jasa Keuangan

Cabang Bandarlampung yang akan mengadopsi konsep MMT sebaiknya

memprioritaskan keenam factor dari hasil analisis factor tersebut dalam

program MMTnya.

DAFTAR PUSTAKA

Goetssch, David L and Davis, Stanley B. 2002. Manajemen Mutu Total. Edisi ke

dua. Penerbit PT Prenhalindo. Jakarta

Krajewski, Lee J. and Larry P. Ritzman. 1996. Operations Management : Strategy

and Analysis. Addison-Wesley P:ublishing Company. Inc.

Hamidah. 2003. Pengaruh Manajemen Mutu Terpadu terhadap Perilaku

Produktif Karyawan Industri Tekstil Berskala Besar di Kota Bandung.

Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. September 2003. 275-290.