Selasa, 04 Oktober 2011

ETIKA BISNIS 4

PENGERTIAN ETIKA DAN AKHLAK
Meskipun telah lama etika menjadi bidang kajian dalam filsafat, tetapi bagi
kebanyakan orang — baik dari kalangan umum maupun para sarjana sekalipun —
masih sering kacau menggunakan istilah etika, moral dan etiket. Demikian pula dikalangan
kaum muslimin, istilah akhlak, adab dan adat. Lebih kacau lagi jika istilahistilah itu
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi budi pekerti, sopan santun dan tata
krama (ketiga istilah Indonesia ini sungguh mempersempit makna etika atau akhlak).
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan istilah moral dari kata mores juga berarti adat kebiasaan, hanya yang
terakhir ini bukan berasal dari bahasa Yunani tetapi dari bahasa Latin. Karena
secara etimologi mempunyai arti yang sama dan dalam kenyataan sering disamakan
penggunaannya. Kedua istilah tersebut oleh sebagian ahli tidak dibedakan secara
3
tegas. Mengukuti pendapat beberapa ahli, selanjutnya dapat dibedakan arti etika
menjadi tiga : (1) nilai-nilai dan norma-norma moral sebagai landasan perilaku; (2)
kumpulan azas atau nilai moral atau kode etik; (3) ilmu tentang baik-buruk sebagai
cabang filsafat.
Etika merupakan ilmu tentang norma-norma, nilai-nilai dan ajaran moral,
sedangkan moral adalah rumusan sistematik terhadap anggapan-anggapan tentang apa
yang bernilai serta kewajiban-kewajiban manusia.
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kenyataan tidak terlalu dapat
dibedakan pengertian etika dan moral, tetapi menegaskan arti etika bisa berarti ilmu
tentang baik-buruk dan bisa juga norma, nilai serta ajaran moral itu sendiri. Adapun
Istilah etiket (etiquette) berarti tata cara suatu perbuatan yang bersifat teknis, relatif,
dan lahiriyah, serta menyangkut hubungan pergaulan (tata krama). Misalnya, tata krama
makan dalam pesta.
Lalu bagaimana istilah-istilah yang berlaku umum di atas disamakan dengan akhak
dan adab dalam Islam
Kata akhlak berasal dari bentuk jama' bahasa Arab khuluq yang berarti budi pekerti
atau perangai Dalam kebanyakan literatur Islam, akhak diartikan dalam dua macam:
(1) Pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, tujuan perbuatan, serta
pedoman yang hams diikuti. (2) Pengetahuan yang menyelidiki perjalanan hidup
manusia sebagai parameter perbuatan, perkataan serta ikhwal kehidupannya. (3)
Suatu sifat permanen pada diri orang yang melahirkan perbuatan secara mudah
tanpa membutuhkan proses berpikir. (4) Sekumpulan nilai-nilai yang menjadi
pedoman berperi laku dan berbuat.
Dari definisi akhlak di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut.
1. Akhlak merupakan falsafah perbuatan yang membahas dasar-dasar baik buruk.
Dengan pengertian ini, akhlak termasuk dalam kategari ilmu normatif.
2. Sebagai ilmu, akhlak mengadakan penelitian (deskripsi) tentang berbagai
bentuk perilaku manusia untuk dijadikan landasan penilaian baik buruk atas
dasar norma yang berkembang dalam tradisi Islam Pada tataran ini, akhlak
dapat dimasukkan dalam katagori ilmu positif seperti sosiologi.
3. Di sisi lain akhlak berarti ilmu dan falsafah yang bersifat teoritis, tetapi juga
bentuk-bentuk tindakan yang lahir dari sebuah kesadaran nilai yang bersifat
4
praktis.
Adapun istilah adab dapat disamakan dengan istilah etiket. Sementara itu istilah
akhlak secara umum dapat disamakan (meski tidak sama persis) dengan istiilah etika.
Meskipun secara akademik telah dijelaskan demikian terperinci, namun arti akhlak
dalam realitas di gunakan secara fleksibel bahkan cenderung kacau.
Kegagalan etika bisnis bukan terletak paa ketidaktahuan atau keengganan para
pelaku bisnis untuk menyelenggarakan bisnis seara etis (faktor internal), melainkan
terletak pada faktor eternal. Hal ini disebabkan oleh dua hal berikut.
1. Pertama, konsep normatif yang kaku sarat dengan rambu-rambu moralitas, yang
menjadi kendala bagi praktek bisnis di lapangan.
2. Kedua, lingkungan bisnis yang tak kondusif bagi berlakunya bisnis secara etis.
Ini mudah dipahami, karena bisnis adalah kegiatan yang terfokus pada
uang, efisiensi dan ekspansi. Karena itu demi eksistensi dan kemapanan,
setiap pelaku bisnis akan menghalalkan segala cara.
Manusia adalah makhluk berbudi, oleh karena itu segala kegiatan yang bebas nilai
memerlukan budi nurani manusia yang disebut kata hati. Maka istilah etika bisnis
mengandung arti memberi nilai pada kegiatan bisnis. Contohnya hasil produksi
tertentu harus melalui perjalanan panjang sebelum sampai ke konsumen. Pada sistem
ekonomi tradisional, perjalanan itu dibuat singkat karena ada hubungan langsung
antara konsumen dan produsen.
Demikian pula, penjaja keliling dapat berhubungan langsung dengan
pelanggan. Mereka berbisnis tanpa iklan, distributor, serta agen. Dalam skala yang lebih
luas, muncul ekonomi pasar tradisional dengan transaksi yang sangat sederhana:
cash and carry. Meskipun berlangsung unsur tipu menipu, kegiatan ekonomi ini
dilakukan dengan sangat transparan karena yang berusaha menipu dan yang berkelit
untuk tak ditipu mengetahui medan masing-masing. Tak jarang, "perang tanding harga"
alias pelanggan. Hubungan langsung antara konsumen dan produsen itulah yang
memberi nilai pada kualitas dagang dan akhirnya menentukan harga pasar.
Tipu-menipu memang dipandang sebagai nilai yang menyimpang. Tetapi dalam
konteks perdagangan tradisional, kegiatan tipu menipu menjadi lain sebab ada
semacam kesepakatan tak tertulis bahwa "harga yang saya tawarkan" bukanlah harga
yang sebenarnya. Karenanya, pedagangpun rela jika harga barangnya ditawar.
5
Biasanya harga pasarlah yang paling menentukan. Keterbukaan inilah yang masih
dapat ditoleransi oleh prinsip etika ekonomi terapan.
Apa yang terjadi dengan sistem ekonomi sekarang? Semua transaksi berujung pada
pernyataan—pernyataan di atas kertas. Perjalanan panjang sebuah produk dari
produsen ke konsumen hams melewati beberapa "terminal" yang memerlukan ongkos.
Ketika barang sampai di tangan konsumen, harga menjadi dua kali lipat. Konsumen
menjadi korban sistem. Uang bukan lagi sebagai alat tukar menukar, melainkan sebagai
senjata ampuh untuk mengalahkan lawan dan tujuan hidup.
Tragedi ilmu ekonomi adalah: is lahir untuk keadilan masyarakat, tetapi justru tumbuh
dan berkembang untuk ketidak adilan. Persoalannya, apakah kita mampu melihat dan
membiarkan proses ekonomi berjalan bukan saja bebas nilai, melainkan juga menjadi tak
etis karena manusia mencampurinya dengan nilai yang tak manusiawi.
Untuk menjadi masyarakat abad ke-21, ada dua agenda yang harus kita
lakukan. Pertama, mencari strategi penyebaran tindakan etis agar etika bisnis menjadi
konsensus nasional. Kedua, merekayasa budaya etika bisnis Indonesia, yang mencakup
kepentingan pengusaha, konsumen, pengguna jasa, pekerja, dan lingkungan demi masa
depan yang cerah. Dengan demikian, etika bisnis perlu berperan sebagai mitos baru
bukan sekedar rambu-rambu moralitas.
Bisnis merupakan ujung tombak pembangunan. Dengan sendirinya, bagi bangsa
Indonesia yang tengah mempersiapkan diri menghadapi tahun 2003, bisnis menjadi
the fliying carpet seperti dalam cerita 1001 malam yang diharapkan dapat membawa
bangsa menuju abad 21. Oleh karena itu sosialisasi etika bisnis merupakan suatu
keperluan yang tak dapat ditunda.
Semua unsur masyarakat perlu terlibat agar dapat berfungsi secara serentak sebagai
kontrol sosial demi terselenggaranya praktek bisnis yang etis. Tanpa etika bisnis, kita
akan terbawa oleh "permadani terbang" tersebut ke suatu tempat antah berantah dan bisa
jadi kita akan berjatuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar