Kamis, 18 November 2010

perilaku konsumen 3

sosial marketing( pemasaran sosial )
pendahuluan
Ketika berbicara strategi social marketing atau pemasaran sosial, pertanyaan
pertama yang muncul adalah wujud rancangan strategi. Selanjutnya yang menjadi hal
penting adalah cara menyusun strategi dan cara menerapkannya. Lalu dari mana
organisasi nirlaba harus memulai? Apakah dengan mengadopsi begitu saja strategi
pemasaran bisnis dalam “menjual” gagasan?

Strategi pemasaran bisnis = pemasaran sosial?
Berdasarkan definisi dari para ahli, social marketing pada dasarnya
merupakan aplikasi strategi pemasaran komersil untuk “menjual” gagasan dalam
rangka mengubah sebuah masyarakat, terutama dalam manajemen yang mencakup
analisa, perencanaan, implementasi dan pengawasan.
Lalu bagaimana organisasi nirlaba perlu memahami dan merancang strategi
social marketing berdasarkan pemahaman ini? Selain penerapan 9 elemen marketing
yang telah dikenal (segmentasi pasar, target, positioning, diferensiasi, marketing mix,
selling, brand, service dan process), pada dasarnya marketing menurut Hermawan
Kertajaya adalah sesuatu yang sederhana. Ia mengumpamakannya sebagai seni
“menjual” diri (selling self) atau organisasi. Apabila seseorang atau organisasi
mempraktikkan prinsip-prinsip: promosi tanpa memaksa, memahami dan menerapkan
positioning secara tepat, memahami branding dan diferensiasi berarti lembaga atau
seseorang perusahaan telah menjalankan marketing dengan benar.
Apa saja landasan pemasaran secara umum yang dapat diterapkan pada
pemasaran sosial? Hermawan mengistilahkan dasar-dasar marketing sebagai “3i
Marketing Triangle”, yaitu positioning (cara sasaran/publik yang hendak diubah
perilakunya mendefinisikan perusahaan/organisasi dengan kompetitor), differentiation
(perbedaan ) dan brand (keunikan, ketajaman, dan fokus sebuah produk
dibandingkan dengan produk lainnya, bisa berupa logo dan bentuk unik).
Hermawan telah menjelaskan pada bab “Mengapa Social Marketing?” bahwa
penerapan social marketing merupakan salah satu bagian dari sebuah framework
yang disebut “doing great by doing good” (Phiip Kotler & Nancy Lee, “Corporate
Social”). 6 pilihan untuk berbuat baik tersebut adalah cause promotions, cause related
marketing, social marketing, corporate philantropy, community volunteering.
Yang dimaksud dengan cause promotions adalah upaya menyediakan dana
dalam bentuk kontribusi atau sumber lainnya untuk meningkatkan kesadaran atau
kepedulian terhadap masalah sosial. Pilihan lainnya adalah cause related marketing,
yaitu komitmen untuk menyumbangkan atau mendonasi sejumlah uang dari
penjualan produk. Yang ketiga adalah social marketing, yang merupakan upaya untuk
mendukung implementasi dan/atau mengubah perilaku masyarakat. Yang berikutnya,
filantropi perusahaan, sebagai contoh membuat kontribusi langsung dalam
menyumbangkan sejumlah dana untuk kemanusiaan. Yang kelima, community
volunteering, yaitu upaya perusahaan dalam mendukung kegiatan karyawan dalam
kegiatan sukarela.
Poin yang paling akhir yang paling sulit dilaksanakan oleh dunia bisnis adalah
socially responsibility bussiness practices. Sebagaimana yang dilakukan oleh Anita
Roddick dengan “The Body Shop”. Ia yang melakukan hal ini dengan membeli produk
langsung dari komunitas atau suku asli yang membudidayakan tanaman di
daerahnya, seperti Brazilian Nut. Hal lain yang juga dilakukan perusahaan kosmetik
dan perawatan kesehatan ini adalah membuat semua produknya melalui proses yang
ramah lingkungan.
Uraian Hermawan ini menjelaskan betapa dunia bisnis masa kini dan yang
akan datang tidak lagi berseberangan dengan organisasi nirlaba. Selain karena
Social Marketing
©PPF 2006 14
adanya pergeseran nilai, dunia bisnis memandang penting mengedepankan nilai-nilai
sosial (social values) dan adanya peluang bagi organisasi nirlaba hidup
berdampingan secara sinergis , misalnya melalui program CSR (corporate social
responsibility korporasi. Hal lain adalah pentingnya organisasi nirlaba mengadopsi
profesionalisme korporasi dalam bekerja dan memberikan servis, berkaitan dengan
kaidah pemasaran umum berupa 9 elemen pemasaran.
Berdasarkan pengalamannya, Hermawan berpendapat, pemasaran di masa
kini menjadi lebih berhasil apabila memperbanyak strategi marketing horisontal (dari
individu ke individu). Misalnya, dengan membuat situs web. Cara-cara vertikal seperti
menggunakan metode komunikasi satu arah kini kurang efektif. Hal serupa menurut,
Hermawan berlaku untuk social marketing.
Marketing seharusnya tidak dipandang hanya sebagai sebuah alat atau
seolah anggota tubuh. Pandanglah marketing sebagai sebuah keseluruhan (the
whole), sesuatu yang menyeluruh. Menurut Hermawan, di masa kini visi, misi dan
nilai-nilai organisasi tidak hanya melibatkan intelektualitas (mind) dan hati (heart),
melainkan juga ruh (spirit). Penjabaran dapat dilihat pada bagan “3² Values-Based
Matrix”. Intinya, pandanglah marketing sebagai the whole (menyeluruh dan utuh) dan
bukan sekadar alat atau diandaikan anggota tubuh. Kuasai filosofi branding dan unsur
segitiga pemasaran lainnya!
Penerapan teknik pemasaran dalam melaksanakan program-program
organisasi nirlaba membutuhkan strategi. Tentu saja strategi yang digunakan sedikit
berbeda dibandingkan dengan memasarkan produk barang. Menurut Linda D.
Ibrahim perbedaan yang prinsip terletak pada tambahan “2 P” pada marketing mix
bisnis yang hanya terdiri dari “4 P”. Yaitu, partnership (kemitraan) dan policy
(kebijakan).
Apa artinya? Praktik pemasaran sosial tak ada artinya apabila kemitraan tidak
dijadikan tujuan organisasi. Menurut Andreason, penekanannya adalah pada
masyarakat luas, langsung mempengaruhi perilaku dan kebutuhan atau kepentingan
target sasaran sebagai dasar pertimbangan. Demikian pula, social marketing tak ada
artinya apabila tidak diikuti atau dilanjutkan dengan upaya mendorong tersusunnya
sebuah kebijakan.
Salah satu contoh pembentukan sistem kebijakan adalah adanya
tax reduction (pemotongan pajak) bagi lembaga atau korproasi yang menyumbang.
Pajak yang jumlahnya reduksi ini bisa menjadi bagian dari advokasi organisasi nirlaba
sehingga pada akhirnya organisasi tidak tergantung semata-mata kepada donor.
Meminjam “mata” sosiologi
Dalam bidang sosiologi, pemasaran sosial dipandang tak jauh berbeda
dibandingkan dengan bidang pemasaran, yang merupakan akar asal-usul pemasaran
sosial. Namun, “memasarkan” gagasan tentu lebih kompleks dibandingkan dengan
memasarkan produk. Sebab dibutuhkan pemahaman saat menerapkan langkahlangkah
atau strategi social marketing, terutama dengan melakukan riset sosial dan
kajian. Diharapkan hasilnya akan menjadi lebih terkoordinasi dan terintegrasi saat
melangkah lebih jauh, yaitu dalam upaya menyusun kebijakan sosial.
Hal lain yang membedakan pemasaran bisnis dengan pemasaran sosial
menurut Linda D. Ibrahim, selain tambahan 2 P pada marketing mix (kemitraan dan
kebijakan) adalah penerapan ketrampilan sosial. Ini adalah alat yang memudahkan
proses social marketing (lihat boks), terutama dalammempertajam, menggali dan
menganalisa secar komprehensif, isu-isu sosial dalam masyarakat. Dinamika dan
perubahan sosial akan mudah dipahami dengan mengkaji konektor-konektor
(penghubung) sosial tersebut.
Konektor-konektor sosial adalah semua bentuk organisasi sosial yang
membantu masyarakat membentuk aksi dan interaksi, yang meliputi hubungan sosial,
kelompok sosial, jejaring sosial, dan organisasi organisasi. Dengan mengkaji secara
komprehensif situasi, dan isu sosial maka organisasi dapat memperoleh peta sosial
lengkap dalam konteks dinamika sosial masyarakat di sebuah tempat tertentu. Jadi,
organisasi nirlaba dapat sekaligus dapat mengetahui cara melakukan tindakan sosial
dalam rangka menerapkan strategi social marketing.
OPINI
“Saya melihat salah satu hambatan teman-teman dari organisasi
nirlaba, adalah arogan bahwa dirinya paling tahu permasalahan.
Padahal untuk bisa mengkomunikasikan gagasan untuk
menyelesaikan masalah publik, mereka harus melakukan konsultasi
publik dan lainnya. Dengan membuka diri pasti lebih banyak yang
bisa didapat organisasi untuk merancang langkah-langkah social
marketing”. - Effendi Ghazali, Ph.D.
“Dalam menentukan segmentasi jangan hanya terpatok kepada
demografi, jadi hanya orang kaya saja yang menjadi penyumbang.
Penguasaan psikografi perilaku sangat penting, karena potensi dana
bisa jadi berasal dari orang-orang yang memiliki latar belakang
pengalaman yang akan tersentuh dengan gagasan organisasi
nirlaba. Untuk “menjual” gagasan, angkatlah isu yang menyangkut
value universal, misalnya kemanusiaan dan lain-lain” – Hermawan
Kertajaya.

Referensi
Makalah “Komunikasi Publik dan Pemasaran Sosial”
Effendi Ghazali, PhD.
Makalah “Organisasi Nirlaba dan Social Marketing”
Prof. Dr. Emil Salim
Makalah ”Peran Pemasaran Sosial dalam Perubahan Sosial demi Keberlanjutan
Organisasi”
Dr. Linda D. Ibrahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar